Berharap Berkah dari Terompet Seribu Satu Malam

JAKARTA – Suasana lenggang mewarnai sudut-sudut jalanan Ibu Kota. Jalanan seolah ikut larut menikmati liburan Natal dan tahun baru. Lepas sesaat dari beban berat volume kendaraan yang setiap hari berjejalan bercampur asap dan debu jalan.

Ya, libur memang begitu mengasyikkan. Tapi itu tidak berlaku bagi para penjual terompet tahun baru. Momentum saat ini merupakan saat bekerja. Bekerja keras membanting tulang untuk meraup rizki seribu satu malam. Malam pergantian tahun dari 359 malam lainnya.

Tidak heran bila dipinggir jalan-jalan Ibu Kota yang lenggang, puluhan terompet warna-warni dipajang. Besar kecil dengan bentuk beraneka ragam. Berharap menarik perhatian pengguna jalan agar berhenti sejenak dan mengambilnya setelah memberikan uang recehan.

Para pedagang terompet ini dapat dikategorikan sebagai pedagang musiman, karena mereka baru bisa menuai panen keuntungan hanya pada malam tahun baru saja.

Salah satu dari sekian ribu penjual terompet di Jakarta adalah Tohari. Pria berusia 50 tahun ini telah memulai berdagang terompet sejak dia masih muda dan belum menikah.

Dia menyambut gembira hari-hari menjelang malam tahun baru, karena malam tahun baru berarti panen uang untuknya, yang juga berarti dia dapat menafkahi keluarganya beberapa waktu ke depan, meskipun hasilnya sebenarnya tidak begitu seberapa, dan sudah pasti tidak memenuhi seluruh kebutuhan keluarganya satu tahun ke depan. Meski demikian ayah 3 anak ini tetap bertahan dengan pekerjaannya.

Diakui olehnya hasil penjualan “seribu satu malam” (istilah Tohari untuk keuntungan penjualan pada malam tahun baru) murni untuk membiayai pendidikan ke-3 anaknya. Bahkan anak pertamanya kini tengah kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta.

“Tidak apa-apa semua hasil seribu satu malam untuk biaya sekolah anak saya, yang penting anak saya bisa pintar dan tidak jadi orang bodoh seperti saya, untuk makan nanti bisa cari lagi,” ujarnya saat ditemui okezone di rumahnya, Jakarta (27/12/08).

Harga terompet mengalami kenaikan setiap tahunnya, jika tahun lalu, terompet termahal yang dijualnya adalah Rp5.000. Kini terompet yang dijualnya memiliki kisaran harga dan bentuk yang variatif, mulai dari Rp8.000 sampai Rp10.000 per terompet. Bentuknya pun bergam dari yang kecil sampai dengan yang besar.

Di pekan pertama mendekati tahun baru, terompet yang mampu terjual setiap harinya hanya sekira 10 hingga 15 buah, dengan keuntungan sekira Rp30.000 sampai Rp45.000 per hari. Dari setiap terompet yang terjual, Tohari mengambil keuntungan Rp3.000.

Barulah saat tahun baru tiba, terompetnya bisa terjual sampai dengan seribu buah dalam satu hari. Tophari berjualan di Jalan Letjen Suprapto di depan pangkalan bus Dewi Sri di daerah Pasar Sumur Batu. Pada malam tahun baru itulah dia mampu meraih keuntungan Rp3-Rp4 juta dalam sehari.

Dia mengatakan bahwa sebenarnya dia mampu meraih keuntungan lebih dari itu jika dia membuat terompetnya sendiri, namun dalam pembuatan terompet perlu ketelitian dan kreatifitas yang unik karena konsumen sekarang tidak ingin terompet yang biasa saja.

Namun untuk membuatnya, Tohari mengaku tidak sanggup karena tidak memiliki karyawan yang dapat membantunya untuk membuat ribuan terompet. Oleh karena itu, dia membeli terompet dari produsen, dan harus sudah cukup puas dengan keuntungan Rp3-Rp4 juta dalam satu hari, meskipun, menurutnya, jika dia membuat sendiri keuntungannya bisa mencapai Rp7-Rp10 juta dalam satu malam.

Sementara untuk menghidupi kehidupan sehari-hari keluarganya, dia menjadi tukang ojek dengan penghasilan harian Rp20-Rp80 ribu. Dengan dibantu usaha katering istrinya yang paling tidak dalam satu minggu pasti ada saja yang memesan kue, meski keuntungannya tidak seberapa. (ful)

Dikutip dari: http://news.okezone.com

Jika Anda suka dengan artikel ini silakan Like!

Berlangganan Artikel Yuk!! Masukkan emailmu pada form berikut…






Baca juga artikel lainya ^^